
Kalau ngomongin striker jenius dari era akhir 80an sampai awal 90an, nama Marco van Basten pasti langsung meluncur di daftar paling atas. Pemain asal Belanda ini punya semuanya—insting predator, teknik kelas dunia, dan kaki yang bisa ngegocek bek sekelas tembok beton. Tapi sayangnya, kariernya yang harusnya bisa lebih panjang, malah dipotong cedera parah. Tragedi? Iya. Legenda? Jelas banget!
Awal Mula: Bakat Amsterdam yang Gak Biasa
Marco van Basten lahir di Utrecht, Belanda, pada 31 Oktober 1964. Karier sepak bolanya dimulai sejak kecil, dan semua pelatih di akademi udah ngelihat kalau bocah ini punya potensi luar biasa. Di usia 16 tahun, Van Basten gabung Ajax Amsterdam, dan langsung disambut hangat oleh fans yang kangen striker sekelas Johan Cruyff. Eh, ternyata bocah ini bahkan disebut-sebut sebagai “the next Cruyff”!
Gaya mainnya unik. Nggak terlalu show-off, tapi efektif dan efisien. Nggak perlu banyak sentuhan, cukup satu dua kali kontrol, tendang—GOOOL! Itulah Van Basten. Ketika dia resmi debut di tim utama Ajax tahun 1982, dia langsung curi perhatian. Gak butuh waktu lama buat dia jadi mesin gol utama klub ibu kota Belanda itu.
Statistik Gila Bareng Ajax
Van Basten mencetak 128 gol dalam 133 pertandingan liga buat Ajax. Itu artinya dia cetak hampir satu gol di setiap laga. GILA, kan? Dia bener-bener striker yang bikin bek-bek lawan insomnia semalam suntuk. Gaya mainnya kombinasi dari positioning yang tajam, kemampuan sundulan yang luar biasa, dan tendangan voli yang bisa bikin net sobek kalau nggak kuat.
Prestasi bareng Ajax? Banyak banget:
-
Eredivisie (1981–82, 1982–83, 1984–85)
-
KNVB Cup (1982–83, 1985–86, 1986–87)
-
Top skor Eredivisie 4 kali berturut-turut
-
Sepatu Emas Eropa 1986
Tapi semua ini baru awal doang, bro. Kariernya meledak setelah pindah ke Italia.
Terbang ke Milan: Era Keemasan di Serie A
Tahun 1987, Van Basten gabung AC Milan. Waktu itu Milan baru dibeli Silvio Berlusconi dan lagi dirancang buat jadi tim paling ngeri di Eropa. Bersama dua rekan senegaranya, Ruud Gullit dan Frank Rijkaard, Van Basten jadi bagian dari proyek megah “The Flying Dutchmen” di San Siro.
Debutnya? Sedikit tertahan karena cedera, tapi begitu pulih, dunia tahu siapa dia. Musim 1988–89 jadi titik awal dominasi Milan bareng Van Basten. Dalam formasi yang dirancang Arrigo Sacchi, Van Basten jadi pusat serangan dan benar-benar tak tergantikan.
Torehan di AC Milan? Luar biasa:
-
Serie A: 1987–88, 1991–92, 1992–93
-
Liga Champions: 1988–89, 1989–90
-
Piala Super Eropa: 1989, 1990
-
Piala Interkontinental: 1989, 1990
Dan jangan lupa, dia juga tiga kali memenangkan Ballon d’Or (1988, 1989, 1992). Nggak banyak pemain yang bisa ngakuin itu, lho!
Gol Legendaris di Euro 1988
Ngomongin Van Basten gak afdol kalau gak bahas gol ikoniknya di final Euro 1988. Waktu itu Belanda lawan Uni Soviet. Di menit 54, Arnold Mühren ngelambungin bola dari sisi kiri. Bola itu jatuh di sisi kanan kotak penalti, dan Van Basten—tanpa pikir panjang—langsung nyambar dengan tendangan voli dari sudut super sempit. GOL!
Bola meluncur melengkung masuk ke pojok jauh gawang. Kiper Rinat Dasayev cuma bisa ngelihat pasrah. Gol itu langsung dicap sebagai salah satu gol terbaik sepanjang sejarah turnamen internasional.
Di turnamen itu, Belanda keluar sebagai juara dan Van Basten jadi top skor. Gak heran, dia dinobatkan sebagai Player of the Tournament.
Cedera: Si Musuh Utama
Sayangnya, karier Van Basten gak berjalan mulus terus. Lututnya mulai sering bermasalah. Cedera pergelangan kaki yang dia alami sejak 1987 makin memburuk seiring waktu. Meskipun dia berusaha keras buat balik ke kondisi terbaik, cedera itu makin kronis.
Pada tahun 1993, dia harus absen sepanjang musim karena cedera serius. Dan pada 1995, di usia 30 tahun, dia resmi gantung sepatu. Usianya masih produktif banget untuk striker, tapi apa daya, tubuhnya udah gak sanggup.
Sedihnya, dia bahkan pernah bilang dia lebih suka kehilangan trofi Ballon d’Or tapi bisa terus main bola, daripada harus pensiun muda. Itu nunjukin betapa besar cintanya ke sepak bola.
Van Basten Setelah Pensiun
Setelah pensiun, Van Basten gak langsung hilang dari dunia bola. Dia coba jadi pelatih. Awalnya mulai dari tim muda Belanda, lalu dipercaya ngelatih Timnas Belanda senior tahun 2004–2008. Di bawah asuhannya, Belanda main cukup apik, tapi masih kurang beruntung di turnamen besar.
Dia juga sempat melatih Ajax dan Heerenveen, walau gak terlalu lama. Kemudian, dia lebih fokus ke pekerjaan administratif dan jadi bagian dari FIFA untuk urusan pengembangan teknologi dan aturan permainan.
Gaya Main Van Basten
Gak kayak striker yang cuma ngandelin kecepatan atau fisik, Van Basten tuh striker “thinking man.” Dia pinter banget baca pergerakan lawan, positioning-nya jenius, dan kemampuan teknisnya luar biasa. Mau tanduk, voli, atau tembakan jarak jauh—semua bisa!
Kalau diibaratin, dia tuh kayak gabungan antara elegance-nya Thierry Henry, finishing-nya Lewandowski, dan first touch-nya Bergkamp. Lengkap, bro!
Warisan dan Pengaruh
Meski kariernya kepotong di usia muda, pengaruh Van Basten tetap terasa sampai sekarang. Banyak striker muda yang terinspirasi sama caranya mencetak gol. Legenda kayak Zlatan Ibrahimović, Robin van Persie, sampai Karim Benzema pernah menyebut Van Basten sebagai idola mereka.
Di AC Milan, nomor punggung 9 miliknya jadi ikon. Fans Milan bahkan bilang: “Nomor 9 gak pernah benar-benar kembali setelah Van Basten pergi.”
Bahkan setelah pensiun, Van Basten masih sering disebut dalam debat GOAT (Greatest of All Time). Banyak yang percaya, kalau aja dia gak cedera, dia bisa sejajar dengan Messi, Ronaldo, atau bahkan Maradona.
Si Jenius yang Terlalu Cepat Pergi
Marco van Basten adalah contoh nyata bahwa dalam sepak bola, bakat aja gak cukup—fisik juga penting. Tapi dalam waktu yang singkat, dia udah menorehkan jejak yang luar biasa. Gol-gol indahnya, tekniknya yang halus, dan cara dia ngebaca permainan tetap jadi standar buat striker top dunia.
Dia gak butuh main sampai umur 40 buat jadi legenda. Van Basten cukup butuh 10 tahun untuk menulis sejarah sepak bola yang gak akan dilupain.
Jadi buat lo semua, yang ngaku pecinta bola, jangan cuma hafal nama Haaland atau Mbappé doang. Kenali juga nama Marco van Basten, maestro sepak bola yang jadi legenda meski kariernya cuma sekejap. Karena legenda sejati gak diukur dari lamanya bermain, tapi dari dampak yang dia tinggalkan.