
Kalau lo nonton bola era 90-an sampai awal 2000-an, pasti lo familiar banget sama sosok satu ini: Edgar Davids. Gelandang tengah bertubuh mungil tapi galak di lapangan, lengkap dengan rambut gimbal dan kacamata hitamnya yang ikonik banget. Julukannya pun gak main-main — “The Pitbull” — karena gaya mainnya yang agresif, gak takut benturan, dan punya stamina badak.
Meski sekarang udah gak main lagi, nama Edgar Davids tetap lengket di hati para fans bola, terutama yang ngefans sama Ajax, Juventus, atau timnas Belanda. Yuk kita kulik bareng sosok fenomenal satu ini — dari kariernya yang naik-turun, sampai kenapa dia pantas banget disebut legenda!
Awal Mula: Produk Asli Akademi Ajax
Davids lahir di Paramaribo, Suriname, pada 13 Maret 1973. Tapi dia besar di Belanda dan mulai karier sepak bolanya di akademi Ajax Amsterdam, salah satu pabrik pemain muda terbaik dunia.
Bareng Ajax, dia naik ke tim utama di usia muda dan langsung jadi bagian dari generasi emas yang juga dihuni oleh nama-nama kayak Clarence Seedorf, Patrick Kluivert, Edwin van der Sar, dan Marc Overmars. Tahun 1995, Davids ikut bantu Ajax juara Liga Champions, ngalahin AC Milan di final. Gokil banget!
Gaya Main: Kecil-Kecil Cabe Rawit
Davids dikenal sebagai gelandang box-to-box yang kerja keras banget. Dia punya:
-
Tekel ganas dan gak takut duel
-
Visi dan kontrol bola yang oke
-
Stamina luar biasa
-
Tendangan jarak jauh yang mematikan
-
Semangat tempur yang gak pernah padam
Walaupun tinggi badannya cuma sekitar 1,69 meter, dia bisa ngacak-ngacak lini tengah lawan kayak monster. Makanya pelatih legendaris Louis van Gaal sampai kasih julukan “The Pitbull” — karena Davids selalu nempel ketat lawan dan bikin frustrasi.
Petualangan ke Italia: Jadi Raja Tengah di Serie A
Setelah sukses di Ajax, Davids sempat main di AC Milan tapi kariernya gak terlalu meledak di sana. Baru setelah pindah ke Juventus pada tahun 1998, Davids benar-benar jadi bintang besar.
Bareng Juve, dia jadi jenderal lini tengah. Dia kerja bareng Zidane, Trezeguet, Del Piero, dan Buffon. Selama di Turin, Davids bantu Juventus:
-
Juara Serie A (Scudetto) tiga kali
-
Finalis Liga Champions 2003
Dia bukan cuma kuat di pertahanan, tapi juga sering jadi inisiator serangan. Dan yang bikin unik — ya itu tadi — kacamata hitamnya yang selalu dia pakai di lapangan karena masalah medis di matanya (glaukoma). Tapi malah jadi ciri khas!
Sempat Main di Klub-Klub Elite Eropa
Setelah masa emas di Juve, Davids sempat dipinjamkan ke Barcelona dan langsung kasih dampak instan. Banyak yang bilang kehadiran Davids bikin Barca bangkit lagi dari keterpurukan, dan jadi salah satu fondasi suksesnya Ronaldinho dkk di masa depan.
Dia juga sempat balik ke Belanda main bareng Ajax lagi, lalu coba peruntungan di Liga Inggris bareng:
-
Tottenham Hotspur
-
Crystal Palace (bahkan jadi player-manager)
Meskipun udah gak di puncak karier, Davids tetap kasih semangat dan leadership luar biasa di klub-klub tersebut.
Timnas Belanda: Mesin Tempur Oranye
Bersama timnas Belanda, Davids tampil dalam berbagai turnamen besar, kayak:
-
Euro 1996
-
Piala Dunia 1998 (Belanda sampai semifinal!)
-
Euro 2000
-
Euro 2004
Di Piala Dunia 1998, dia bahkan bikin gol penentu di perpanjangan waktu lawan Yugoslavia dan ngebantu Belanda tembus semifinal sebelum kalah dramatis dari Brasil.
Meski sempat ada drama dengan pelatih (terutama Louis van Gaal), Davids tetap salah satu pemain tengah terbaik yang pernah dimiliki Belanda. Fans Oranje pasti selalu ingat duet mautnya bareng Seedorf, Cocu, dan De Boer bersaudara.
Kehidupan Setelah Sepak Bola
Setelah pensiun, Davids gak langsung hilang dari dunia sepak bola. Dia sempat jadi pelatih di tim-tim kecil kayak Barnet dan juga pernah masuk ke dalam struktur kepelatihan tim nasional Belanda di level junior.
Di luar itu, dia juga aktif di dunia fashion dan kegiatan sosial. Gayanya yang edgy dan eksentrik bikin dia cocok banget jadi ikon lifestyle juga. Gak heran, orang banyak yang masih ngenal dia bukan cuma karena bola — tapi karena penampilan dan karisma yang khas banget.
Kenapa Davids Layak Dapat Julukan Legenda?
-
Bisa main di level tertinggi selama lebih dari 10 tahun
-
Bawa Ajax dan Juve juara di level domestik dan Eropa
-
Ikonik di timnas Belanda
-
Gaya main beringas tapi teknikal
-
Berkontribusi besar meski selalu under radar
Davids adalah contoh sempurna kalau pemain itu gak harus jadi top skor atau pemain paling mahal buat jadi legenda. Dia kasih yang terbaik buat setiap tim yang dia bela, dan selalu main dengan hati.
Edgar Davids, Si Pitbull yang Gak Pernah Setengah-Setengah
Edgar Davids itu bukan sekadar gelandang keras. Dia adalah simbol loyalitas, kerja keras, dan semangat juang. Di era sekarang yang banyak pemain lebih sibuk sama followers dan brand, Davids itu tipe pemain yang cuma peduli sama satu hal: ngasih segalanya di lapangan.
Dari Amsterdam sampai Turin, dari Piala Dunia sampai Premier League, nama Edgar Davids selalu bikin respek. Gelandang kecil tapi berani lawan siapa aja. Dan tentu aja — gak ada yang bisa ngalahin aura sangar + kacamata gelap di lapangan kayak dia.